A.
Konsep dasar Lean
Lean dapat didefinisikan sebagai suatu upaya terus menerus
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan serta meningkatkan nilai
tambah produk. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dalam desain, produksi (untuk bidang
manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain management yang
berkaitan langsung dengan pelanggan (APICS Dictionary,
2005) dalam (Hidayat & Sari, 2016). Pendekatan lean adalah metode sistematis untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan limbah atau kegiatan yang tidak menambah nilai (Non Value
Added) melalui perbaikan terus-menerus. Hal ini dilakukan dengan
mengalirkan produk, baik bahan baku, barang setengah jadi, maupun barang jadi,
serta informasi menggunakan pull system dari konsumen internal dan
eksternal untuk mengejar keunggulan (Suyanto & Noya, 2015).
To win the competition through improve customer
satisfaction, manufacturing companies have to opt not only high skill human
resources, latest technologies but also have reliable and modern manufacturing
optimization strategy. Lean manufacturing principles have been widely used by
manufacturing companies to achieve these objectives.( Erry & Herry, 2018 )
Menurut Gapersz (2007),
lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematis untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas- aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value adding activities) melalui
peningkatan terus-menerus secara radikal (
radical continuous improvement ) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan
informasi menggunakan sistem tarik (pull
system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan
kesempurna. Tujuan lean adalah
meningkatkan terus-menerus customer value
melalui peningkatan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio). Lean
yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan disebut sebagai lean enterprise, sedangkan lean yang diterapkan pada manufacturing disebut sebagai lean manufacturing.
Menurut
king (2012) dalam bukunya yang berjudul Global
Operations, Engineering Lean
Manufacturing maupun lean enterprise
mempunyai arti bahwa sebuah perusahaan berfokus terhadap apa yang diinginkan
oleh customer, produk dibeli tidak
cacat dan tepat pada waktu. Prinsip- prinsip tersebut dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Customer
Value
Nilai yang harus ditambah dan diberikan, yang
dilakukan adalah mencari atau menangkap Value yang diinginkan oleh Customer
dari suatu produk atau jasa.
2.
Value
Stream
Aliran dari material dan informasi, untuk mencari non-value added activities, terlebih
dahulu harus membuat aliran sebuah produk atau jasa dari saat awal hingga
diterima oleh customer. Seorang customer tidak ingin membayar aktivitas
maupun proses produksi dari manufaktur yang tidak memberikan value.
3.
Continous
Flow
Tidak ada bottlenecks,
rework, just flow. Bagaimana menciptakan aliran produk atau jasa yang didalamnya terdiri dari aktivitas-aktivitas yang bernilai tambah dan
mengagantikan sistem batch dan antrian dalam suatu aliran yang berkelanjutan.
4.
Pull
process – everything should be pulled from the customer
Menciptakan mekanisme sistem tarik dengan cara membuat
apa yang customer inginkan serta pada saat mereka inginkan.
5.
Continous
Improvement atau Perfection-
strive towards it everyday
Hal ini akan dapat dilakukan dengan perbaikan secara
terus- menerus.
B. Pengertian Lean Manufacturing
Lean
Manufacturing adalah filosofi
yang dimulai di manufaktur Jepang, untuk menghilangkan semua limbah dari
prosesnya sambil mengejar peningkatan kualitas dalam menghasilkan produk jadi.
Inti dari penerapan sistem lean manufacturing adalah dimana sistem ini
berfokus pada kegiatan mengidentifikasi dan menghilangkan segala bentuk
pemborosan sehingga membentuk sebuah sistem manufaktur yang ramping dan efisien
(Satao, et al., 2012).
C. Jenis – jenis Pemborosan dalam Lean Manufacturing
Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan,
yaitu Type One Waste dan Type Two Waste. Type One Waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai
tambah dalam proses transformasi input
menjadi output sepanjang Value Stream, namun aktivitas itu pada
saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. misalnya,
aktivitas inspeksi dan penyortiran dari pesrpektif lean merupakan aktivitas tidak bernilai tambah sehingga termasuk
kedalam golongan waste, namun pada
saat sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan
peralatan yang digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang.
Demikian pula, pengawasan terhadap orang, misalnya aktivitas tidak bernilai
tambah berdasarkan perspektif lean,
namun pada saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang tersebut
baru saja direkrut oleh perusahaan, sehingga belum berpengalaman. dalam konteks
ini, aktivitas inspeksi, penyortiran, dan pengawasan dikategorikan sebagai Type One Waste. dalam jangka panjang Type One Waste harus dapat dihilangkan
atau dikurangi, yang termasuk kedalam aktivitas tidak bernilai tambah.
Type Two Waste
merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan
dengan segera. misalnya, menghilangkan produk cacat ( defect) atau melakukan kesalahan ( error ) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type Two Waste ini sering disebut
sebagai Waste saja, karena
benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan
dihilangkan dengan segera ( Gaspersz,V, 2007)
konsep
value added activity, incidental ( non value added ) activity
atau type one waste, dan type two waste
( waste ) ditunjukkan Dalam gambar Gambar 2.1
Sumber:
Gapersz (2007)
Dari
bagan 1.2 tampak bahwa Un- lean ( traditional ) enterprise memiliki the value –to-waste ratio yang dihitung
berdasarkan formula : (value added work
activity)/ (type one waste + type two
waste) masih berada di bawah 30%. secara umum kita mengenal “seven plus one “ types of waste seperti ditunjukkan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 “ seven plus one “ types of
waste
Type
|
Waste
|
Akar
penyebab ( root causes )
|
1.
|
Overproduction:
memproduksi lebih dari pada kebutuhan pelanggan internal dan ekternal, atau
memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada waktu kebutuhan pelanggan
internal dan eksternal.
|
Kejadian
komunikasi, sistem balas jasa yang dan penghargaan yang tidak tepat, hanya
berfokus pada kesibukan kerja, bukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
internal dan eksternal.
|
2.
|
Delays
( waiting
time ): keterlambatan yang tampak melalui orang-orang yang sedang
menunggu mesin, peralatan, bahan baku, supplies,
perawatan/ pemeliharaan ( maintenance
) atau mesin-mesin yang sedang menunggu perawatan, orang-orang, bahan baku,
peralatan, dll.
|
Inkonsistensi
metode kerja,waktu penggantian produk yang panjang ( long changeover times), dll.
|
3.
|
Transportation
: memindahkan material atau orang dalam jarak yang
sangat jauh dari datu proses ke proses berikut, yang dapat mengakibatkan
waktu penanganan material bertambah.
|
Tata
letak yang jelek (poor layout)
ketiadaan koordinasi dalam proses, poor
housekeeping, organisasi tempat kerja yang jelek ( poor workplace organization), lokasi penyimpanan material yang
banyak dan saling berjauhan ( multiple
and long distance storage locations)
|
4.
|
Processes
: mencakup proses-proses tambahan atau aktivitas Processes kerja yang
tidak perlu atau tidak efisien.
|
Ketidaktepatan
penggunaan peralatan, pemeliharaan peralatan yang jelek (poor tooling maintenance ), gagal mengombinasi operasi-operasi
kerja, proses kerja dibuat serial padahal proses-proses itu tidak saling tergantung
satu sama lain, yang seyogianya dapat dibuat parallel.
|
5.
|
Inventories
: pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah
dan menimbulkan aktivitas penanganan tambahan yang seharusnya tidak
diperlukan. inventories juga
mengakibatkan extra paperwork, extra
space, dan extra cost.
|
Peralatan
yang tidak andal ( unreliable equipment),
aliran kerja yang tidak seimbang ( unbalanced
flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable
suppliers), peramalan kebutuhan yang tidak overakurat (inaccurate forecasting), ukuran batch
yang besar ( large bath sizes), long changeover times.
|
6.
|
Motions:
setiap pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada
barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan, tetapi hanya menambah
biaya dan waktu saja.
|
Organisasi
tempat kerja yang jelek ( poor
workplace organization), tata letak yang jelek ( poor layout), metode kerja yang tidak konsisten (inconsistent work methods), poor machine design.
|
7.
|
Defective
products:
scrap, rework,
customer returns, customer dissatisfaction.
|
Incapable processes, insufficient
training, ketiadaadan prosedur-prosedur operasi standar.
|
8.
|
Defective
Design : desain yang tidak memenuhi kebutuhan
pelanggan, penambahan features yang tidak perlu.
|
Lock of customer input in design,
over-design.
|
Sumber:
Gapersz (2007)
C.
Definisi Non Value Added
Non value added
adalah aktivitas yang tidak menjadi nilai tambah, dimana pelanggan tidak
menbayarnya, baik aktivitas itu diwujudkan dalam bentuk barang maupun
pelayanan. Aktivitas non value added
ini dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Muda
( waste )
adalah aktivitas yang mengkonsumsi
segala jenis sumber yang ada tetapi tidak memberi nilai tambah bagi konsumen.
muda dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
a. Tipe
1
Muda
yang meliputi altivitas yang tidak diinginkan tetapi untuk suatu alasan
tertentu, diperlukan dalam organisasi. aktivitas ini tidak dapat dihilangkan,
tetapi dapat dijadikan lebih efektif.
b. Tipe
2
Muda
ini adlah aktivitas non value added yang tidak diperlukan bagi perusahaan.
aktivitas ini adalah waste yang dapat
dihilangkan.
2. Mura (
unevenness )
Adalah waste yang disebabkan karena adanya dalam kualitas, biaya, dan
pengiriman ketika aktivitasnya tidak berjalan dengan baik dan konsisten. Mura meliputi segala sumber daya yang
menjadi waste ketika kualitas tidak
dapat diprediksi, seperti : biaya uji coba, inspeksi, reworks, overtime dan
pengiriman tidak terjadwal.
3. Muri
( overloading ) adalah pembebanan
yang tidak perlu dan tidak masuk akal terhadap tenaga kerja, peralatan, mesin
atau sistem yang melebihi kapasitasnya. pendekatannya adalah faktor ergonomis
dengan mengevaluasi pembebanan yang tidak diinginkan.
LM is an organization effort to improve production
efficiency and typically carried out by almost all the companies o prevent
budget waste production. The use of the concept of LM is expected to reduce
production costs while still maintaining the quality of the goods. LM becoming
a very important part for the company in development of LM regard as systemic and
systemic approach that works for idetification to eliminate all waste as well
as all the activities that are not useful. LM approach is meant to transform
non-value added activity into value added activity. .( Erry & Herry, 2018 )